Rabu, 21 Oktober 2009

Soal CPNS

Bagi yang berminat kirimkan ke email kami. Dalam bentuk File PDF.

Selasa, 26 Mei 2009

Proposal Skripsi

OUTLINE

A. JUDUL:
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT), STUDI di PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN NOMOR: 586/Pid.B/2008/PN.Pl.R”

B. PERMASALAHAN:
1. Apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga?
2. Apakah putusan pengadilan sudah memberikan perlindungan terhadap korban KDRT?

C. SISTEMATIKA PENULISAN:
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunan penelitian
E. Kerangka pemikiran
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Pendekatan
2. Spesifikasi Penelitian
3. Teknik Pengumpulan Data
4. Metode Analisis
G. Sistematika Penelitian
H. Daftar Pustaka Sementara

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
A. Perihal Hukum Pidana
a. Pengertian Hukum Pidana
b. Tujuan hukum Pidana

B. Perihal KDRT
a. Pengertian KDRT
b. Pengertian Korban KDRT
c. Bentuk – bentuk KDRT
d. Ruang Lingkup KDRT

BAB III : ANALISIS DAN PEMBAHASAN TERHADAP KASUS KDRT DI PALANGKARAYA, KALTENG.
A. Gambaran Putusan No. 586/Pid.B/2008/PN.Pl.R
B. Relevansi antara UU No.23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan Putusan No. 586/Pid.B/2008/PN.Pl.R

BAB IV : Analisis terhadap Putusan No. 586/Pid.B/2008/PN.Pl.R
A. Penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh Rohhedy Als Hedi Bin Saimun kepada Supinah Als Upin Binti Agil (Alm)
B. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana yang dilakukan Rohhedy Als Hedi Bin Saimun terhadap Supinah Als Upin Binti Agil (Alm).
C. Perlindungan terhadap korban
D. Hambatan penegakan KDRT

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran - saran



PROPOSAL SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT), STUDI di PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN NOMOR: 586/Pid.B/2008/PN.Pl.R











Oleh :

Nama : TULUS SIANTURI
N I M : EAA 106 179





DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS HUKUM
2008
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Nama : TULUS SIANTURI
N I M : EAA 106 179
Program Studi : ILMU HUKUM
Jurusan : ILMU HUKUM
Judul Skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT), STUDI di PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN NOMOR: 586/Pid.B/2008/PN.Pl.R

Disetujui :
Palangka Raya, Mei 2009

M e n y e t u j u i :
Pembimbing I,




ALKADEMARTA, SH, M.Hum
NIP. 131 628 917 Pembimbing II,




ARISTOTELES, SH
NIP. 132 306 468



Jurusan Ilmu Hukum
Ketua,


OKTARIANUS KURNIAWAN, SH. M.Kn
NIP. 132 306 509


Fakultas Hukum
Universitas Palangka Raya
Dekan,

LEWIE A. RAHU, SH.
NIP. 131 628 917


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yanga Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal skripsi ini. Dalam penulisan proposal skripsi ini, penulis mengambil judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT), STUDI di PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN NOMOR: 586/Pid.B/2008/PN.Pl.R” disusun sebagai salah satu syarat untuk melanjutkan penulisan skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Palangkaraya.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal skripsi ini baik dari segi materi maupun pembahasannya jauh dari sempurna dan berkaitan dengan itu pula penulis mengharapkan berbagai masukan baik berupa saran maupun kritik yang kiranya dapat membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi untuk langkah selanjutnya.
Dalam kesempatan kali ini penulis juga memberikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak ALKADEMARTA, SH, M.Hum dan ARISTOTELES, SH. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam memberikan petunjuk-petunjuk kepada penulis selama proses penyusunan proposal skripsi ini.
Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan semoga proposal skripsi ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Palangkaraya, Mei 2009
Penulis,


Tulus Sianturi
EAA 106 179


DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….... i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian …………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………... 8
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 8
D. Kegunaan Penelitian ………………………………………….. 8
E. Kerangka Pemikiran ………………………………………….. 9
F. Metodologi Penelitian ………………………………………… 13
G. Sistematika Penulisan ….……………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Hukum di Negara Indonesia memiliki kedudukan yang paling tinggi dibandingkan dengan lembaga tinggi negara yang lain atau biasa disebut dengan istilah supreme. Dari istilah supreme maka timbul istilah supremasi hukum yang berarti timbulnya kesadaran manusia yang menjunjung tinggi keadilan.
Pada hakekatnya hukum itu dibuat untuk melindungi kepentingan setiap warga negara. Hukum memiliki sanksi yang tegas. Maka, setiap warga negara dalam bertindak harus sesuai dengan aturan – aturan yang ada. Tujuan dibuatnya hukum yaitu untuk mencegah tindakan yang sewenang – wenang dari salah satu pihak tertentu.
Undang – Undang Dasar kita yang dirumuskan pada tahun 1945 sejak semula telah mencantumkan dalam Pasal 27 (1) bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum. Jadi sejak tahun 1945 di Negara kita prinsip kesetaraan pria dan wanita telah diakui.
Walaupun telah jelas digariskan bahwa harus menjamin supaya wanita memperoleh perlakuan yang setara dengan pria. Fakta – fakta menunjukan diskriminasi yang berkelanjutan terhadap wanita. Berbagai hal dapat kita amati dalam undang – undang menunjukan bahwa perlakuan diskriminasi tehadap wanita masih terus berlangsung. Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan Pasal 1 (3) UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Menjelaskan bahwa pengertian diskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, pengucilan yang langsung atau tidak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu atau kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Perlakuan diskriminatif sangat bertentangan dengan UUD 1945 beserta amandemennya. UUD 1945 secara tegas mengutamakan kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat baik di bidang politik, ekonomi, social budaya , hukum dan bidang kemasyarakatan lainnya. Untuk itu UUD 1945 beserta amandemennya sangat penting untuk menjadi acuan universal para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Hak asasi maunusia merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar suatu warga negara dapat hidup sesuai dengan kemanusiaan. Hak asasi manusia meliputi antara lain hak atas kebebasan berpendapat, hak atas kecukupan pangan, hak atas rasa aman, hak atas penghidupan dan pekerjaan, hak atas hidup yang sehat serta hak – hak lainnya sebagaimana tercantum dalam Deklarasi HAM 1948.
Era orde baru telah banyak terjadi pelanggaran atas hak asasi manusia seperti kekerasan, perkosaan, perampasan, pelecehan dan lain – lain yang menyangkut hakekat dan martabat kemuliaan diri seseorang. Dapat diketahui bahwa hak asasi seseorang adalah merupakan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak dasar yang secara kodrat yang melekat pada diri manusia yang bersifat universal dan langsung oleh karena itu harus dilindungi dan dihormati dan dipertahankan tidak boleh dirampas oleh siapapun.
Kejahatan di Negara Indonesia semakin hari semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena masyarakat belum dapat memahami arti hukum yang sebenarnya. Salah satu contoh yang terjadi yaitu tindak pidana kekerasan yang kerap terjadi didalam sebuah rumah tangga yang dilakukan oleh salah satu anggota keluarga atau biasa disebut dengan tindak pidana kekerasan dalam runah tangga (KDRT).
Sejarah umat manusia telah membuktikan bahwa selama ini kaum wanita hampir selalu menjadi kaum yang dinomorduakan jika dibandingkan dengan kaum pria. Hal ini pada akhirnya mengkibatkan kaum wanita dalam kehidupan seharĂ­ – hari, banyak sekali mengalami pembatasan yang dikenakan oleh masyarakat sendiri secara umum. Hal ini berdampak kepada wanita mendapatkan rintangan dalam mengembangkan eksistensi dan potensi yang ada pada diri mereka masing – masing yang sebenarnya kontribusi dapat bernilai sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat.
Wanita harus dapat menerima perbedaan kodrati antara pria dan wanita sebagai hikmah dan memahami kondisi hidup antara pria dan wanita memanglah berbeda, akan tetapi perlakuan yang yang bersifat diskriminasi terhadap kaum wanita dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat telah berlangsung sangat lama dan masih terasa sangat kental.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semakin disadari sebagai suatu bentuk kekerasan yang tidak mampu lagi ditanggulangi hanya dengan melihat Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP). Karena di dalam KUHP hanya mengatur secara umum bentuk kekerasan. Oleh karena itu, diperlukan aturan khusus mengenai kekerasan dalam rumah tangga yaitu dibuatnya Undang – Undang No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
DPR bersama Pemerintah telah mensahkan UU No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Undang –undang ini selain mengatur tentang pencegahan dan perlindungan serta pemulihan korban KDRT, Juga mengatur secara spesifik kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dengan unsur – unsur tindak pidana diluar tindak pidana yang mencakup ruang lingkup KDRT seperti penganiayaan, perkosaan, kejahatan terhadap kesusilaan, penelantaran dan penyanderaan yang telah terlebih dahulu diatur dalam KUHP. Menurut undang – undang ini, kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemakasaan, perampasan kemerdekaan secara sewenang – wenang baik yang terjadi didepan umum atau di lingkungan kehidupan pribadi.
Menurut laporan Komnas perempuan baru – baru ini ada 3.160 kekerasan terhadap perempuan di seluruh Indonesia pada tahun 2001, lalu bertambah menjadi 5.163 setahun kemudian 7.787 pada tahun 2003, dan bertambah menjadi 14.020 pada tahun 2004. Dari kasus 14.020 kasus, sejumlah 4.310 merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Menurut Kamala Chandrakirana, meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga menumbuhkan permintaan agar negara atau pemerintah bertindak.
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga lebih diutamakan pada perempuan karena selama ini yang menjadi korban adalah perempuan dikarenakan adanya sikap diskriminatif terhadap perempuan. Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah dibandingkan dengan laki – laki. Contoh keyakinan masyarakat yang menganggap bahwa “Kodrat perempuan” itu halus, posisinya dibawah laki – laki, melayani dan bukan kepala rumah tangga, menjadikan perempuan sebagai properti (barang) milik laki – laki yang berhak untuk diperlakukan semena – mena termasuk dengan cara kekerasan.
Kekerasan yang sering terjadi didalam rumah tangga akan berpengaruh pada anak – anak karena sifat anak yang suka meniru segala sesuatu yang dilakukan oleh orang – orang terdekat, dalam hal ini ayah dan ibu. Kekerasan yang dilakukan oleh seorang ayah dianggap sebagai suatu kewajaran terhadap anak sehingga anak (laki – laki) yang tumbuh dalam lingkungan seorang ayah yang suka memukul ibu akan cenderung meniru pola yang sama ketika ia sudah memiliki pasangan (Istri).
Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya terjadi di kota besar. Tetapi kerap terjadi di kota kecil yaitu Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kasus yang terjadi yaitu seorang suami yang menganiaya istri karena istri tersebut dicurigai berselingkuh dengan pria lain.
Seorang suami yang bernama Rohhedy Als Hedi Bin Saimun telah melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga secara berlanjut kepada istrinya yang bernama Supinah Als Upin Binti Agil (Alm). Supinah Als Upin Binti Agil (Alm) yang di curigai telah berselingkuh dengan pria lain. hal ini berawal ketika Supinah Als Upin Binti Agil (Alm) yang memiliki sebuah handphone. Handphone tersebut diduga digunakan sebagai alat komunikasi Supinah Als Upin Binti Agil (Alm) dengan pasangan selingkuhnya. Rohhedy Als Hedi Bin Saimun sering melakukan kekerasan fisik yang ditujukan kepada Supinah Als Upin Binti Agil (Alm). Kekerasan fisik itu berupa pemukulan disertai perbuatan kekerasan fisik lain yang menyebabkan luka memar di bagian dagu bawah kiri Supinah Als Upin Binti Agil (Alm). Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh Rohhedy Als Hedi Bin Saimun kepada Supinah Als Upin Binti Agil (Alm), Supinah Als Upin Binti Agil (Alm) mengalami luka – luka. Perbuatan Rohhedy Als Hedi Bin Saimun dianggap sebagai perbuatan yang benar – benar melanggar UU No. 23 Tahun 2004. Tetapi dalam putusan hakim yang dijatuhkan di Pengadilan Negeri Palangkaraya di rasakan merugikan Supinah Als Upin Binti Agil (Alm) sebagai korban. Karena hukuman yang dijatuhkan oleh hakim dirasakan terlalu ringan.
Terdakwa Rohhedy Als Hedi Bin Saimun dinyatakan telah bersalah karena telah melakukan tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga secara berlanjut. Terdakwa melakukan kekerasan terhadap istrinya yang semestinya dilindungi oleh suaminya. Terdakwa dianggap telah melakukan kejahatan yang tercantum dalam Pasal 44 ayat (1) Undang – Undang No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, UU Nomor tahun 1981 tentang KUHAP.
Terdakwa dijatuhi hukuman selama 8 bulan. Dari hukuman yang telah di jatuhi oleh hakim dalam persidangan kepada terdakwa, dirasakan terlalu ringan hukumannya. Oleh karena itu, Jaksa penuntut umum mengajukan banding. Karena selama dalam persidangan tidak ditemukan adanya hal – hal yang dapat menghilangkan atau menghapuskan pertanggung jawaban pidana dari diri terdakwa, maka sudah sepantasnya kepada terdakwa dijatuhi pidana yang setimpal dengan bobot kesalahan perbuatan yang dilakukan.
Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut maka, penulis tertarik dan mencoba menganalisisnya dalam sebuah skripsi yang berjudul:
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT), STUDI di PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN NOMOR: 586/Pid.B/2008/PN.Pl.R”
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga?
2. Apakah putusan pengadilan sudah memberikan perlindungan terhadap korban KDRT?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagi berikut:
1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh Rohhedy Als Hedi Bin Saimun terhadap Supinah Als Upin Binti Agil (Alm).
2. Untuk mengetahui perlindungan terhadap korban KDRT dihubungkan dengan putusan pengadilan

D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan mendapat manfaat baik secara teoritis dan praktis sebagai berikut:
1. Secara Teoritis.
Penelitian ini diharapkan menambah bahan kepustakaan hukum dan pengembangan ilmu pengetahuan. Berguna bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mahasiswa hukum pada khususnya.

2. Secara Praktis.
Diharapkan penelitian ini mampu memberikan masukan yang berguna bagi pembuat undang-undang, Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara, dan para penegak hukum lainnya.

E. Kerangka Pemikiran
Pengertian “Kekerasan” menurut kamus besar Bahasa Indonesia yaitu perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau yang menyebabkan kekerasan fisik atau barang lain.
Istilah “Kekerasan” atau “ la Violence” di Colombia, “ The Vendetta barbarincina” di Sardinia, Italia, atau “ lavida vale nada” di El Savador seiring dengan kata “ Kejahatan” sering menyesatkan banyak orang. Hal tersebut mendorong orang untuk menafsirkan bahwa seolah – olah sesuatu yang dilakukan dengan “Kekerasan” dengan sendirinya merupakan suatu kejahatan atau pidana.
Para ahli sering kali memberikan pemahaman bahwa “kekerasan” yang dipergunakan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan baik secara fisik atau psikis adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu dengan sendirinya dapat dikategorikan sebagai suatu kejahatan. Atas dasar pola pikir seperti itu, maka istilah “Kekerasan” atau “Violence” nampak semakin jelas, terutama jika kita menyimak definisi sebagi berikut:
“all tipes of illegal behavior, either threatened or actual that result in the damage or destruction of proverty or in injury or death o fan individual”
(Setiap bentuk tindakan illegal, yang berupa ancaman atau tindakan nyata yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian terhdap harta benda atau menimbulkan luka atau kematian terhadap seorang).
Ketentuan Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang kekerasan terdapat didalam Pasal 89 dan Pasal 90 KUHP.
Isi dari Pasal 90 yaitu Luka berat berarti:
- Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.
- Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian.
- Kehilangan salah satu panca indra
- Mendapat cacat berat
- Menderita sakit lumpuh
- Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.
- Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

Tetapi di dalam Pasal 89 dan Pasal 90 KUHP kekerasan yang dimaksud hanya ditujukan pada kekerasan fisik. Selain itu juga tidak mengatur kekerasan seksual yang dapat terjadi di rumah tangga antara suami istri. Kemudian juga tidak ada perintah perlindungan atau perintah pembatasan gerak sementara yang bisa di keluarkan oleh pengadilan untuk membatasi pelaku melakukan KDRT. Sedangkan didalam undang – undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga terdapat perintah perlindungan.
Pengertian “Kekerasan” dapat dilihat pada Pasal 89 KUHP yaitu membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Pingsan disini diartikan hilang ingatan atau tidak sadar akan dirinya. Yang dimaksud tidak berdaya dapat diartikan tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, tidak mampu mengadakan perlawanan sama sekali tetapi seseorang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui yang terjadi pada dirinya.
Perbuatan kekerasan tersebut dapat dikatakan penganiayaan. Penganiayaan di dalam KUHP digolongkan menjadi dua yaitu penganiayaan berat yang diatur dalam Pasal 354 KUHP dan penganiayaan ringan yang diatur dalam Pasal 352 KUHP. Selain itu, terdapat pasal lagi yang berkaitan dengan penganiayaan seperti yang terdapat di dalam Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan, Pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan, Pasal 356 KUHP tentang penganiayaan yang dilakukan terhadap ayah, ibu, suami, istri atau anak. Maka ancaman hukumannya ditambah dengan sepertiganya.
Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga menurut Pasal 1 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar korbannya adalah perempuan. Berdasarkan penyuluhan dan penerangan hukum program pembinaan masyarakat taat hukum (BINMAKTUM) tahun 2004, Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga diutamakan pada perempuan karena selama ini yang sering menjadi korban adalah perempuan, dikarenakan adanya diskriminasi terhadap perempuan.
Korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya tidak hanya menimpa pada perempuan saja tetapi kerap juga dilakukan oleh seorang perempuan. Lingkup rumah tangga itu meliputi:
a. Suami, istri, dan anak
Termasuk anak angkat dan anak tiri
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga.
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Kekerasaan terhadap fisik dan psikis yang terjadi antar sesama manusia telah berlangsung sejak manusia itu ada di muka bumi. Hal itu tetap terjadi pada masa kini dan mungkin sekali tetap berlangsung di masa mendatang.
Ditinjau dari segi tempat terjadinya, kekerasan fisik dan psikis terjadi dalam lingkungan suatu rumah tangga atau di luar lingkungan rumah tangga. Ditinjau dari segi pelaku, kekerasan fisik dan psikis dalam lingkungan suatu rumah tangga dapat dibedakan antara pelaku orang dewasa terhadap sesama dewasa (suami-istri-pembantu rumah tangga), dan orang dewasa dengan anak (orangtua terhadap anak dan sebaliknya). Sedangkan di luar lingkungan rumah tangga kekerasan tersebut dapat dilakukan pria maupun sesama perempuan. Kekerasan fisik pada perempuan tampaknya perlu mendapat perhatian, karena kondisi fisik dan psikis perempuan pada umumnya lebih rentan dibandingkan pria.
Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga, menurut Pasal 5 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga meliputi: Kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga.
Kekerasan fisik menurut Pasal 6 Undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah:
“perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.”

Kekerasan psikis menurut Pasal 7 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah:
“Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.”



F. Metodologi penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data atau bahan kepustakaan yang merupakan data sekunder, baik itu data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer yang terdiri dari norma pancasila, UUD 1945, dan peraturan perundang – undangan yaitu berupa KUHP, UU No.23 tahun 2004 Tantang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Bahan hukum sekunder yaitu terdiri dari rancangan RUU, hasil karya ilmiah, dan hasil penelitian.
Bahan hukum tersier berupa Bibliografi, dan Indeks Kumulatif.
2. Spesefikasi Penelitian
Spesifikasi Penelitian dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan situasi atau peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian menganalisisnya berupa fakta – fakta berupa data sekunder.
3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dilakukan melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu dengan melihat buku literatur dan kumpulan bahan kuliah, sehingga menjadi pedoman dalam pembuatan skripsi ini.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah normatif kualitatif yaitu menyusun secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dengan tidak menggunakan rumus maupun data kuantitatif.



G. Sistematika penulisan
Untuk mempermudah pembahasan maka penulis menguraikan secara sistematis sebagai berikut:
BAB I yaitu mengenai Pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, Rumusan masalah yang berisi dua pertanyaan yaitu apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh Rohhedy Als Hedi Bin Saimun terhadap Supinah Als Upin Binti Agil (Alm) dan Apakah putusan pengadilan sudah memberikan perlindungan terhadap korban KDRT, Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh Rohhedy Als Hedi Bin Saimun terhadap Supinah Als Upin Binti Agil (Alm) dan untuk mengetahui perlindungan terhadap korban KDRT dihubungkan dengan putusan pengadilan. Kegunaan penelitian yang terdiri dari kegunaan secara Teoritis Penelitian ini diharapkan menambah bahan kepustakaan hukum dan pengembangan ilmu pengetahuan. Berguna bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mahasiswa hukum pada khususnya. Secara praktis diharapkan penelitian ini mampu memberikan masukan yang berguna bagi pembuat undang-undang, Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara, dan para penegak hukum lainnya, kerangka pemikiran dan metodologi penelitian.
BAB II mengenai tinjauan pustaka berisi ketentuan umum tentang kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi perihal hukum pidana yang terdiri dari pengertian hukum pidana, Tujuan hukum pidana, Pengerian tindak pidana, perbuatan melawan hukum. Perihal kekersan meliputi pengertian KDRT, Pengertian korban kekerasan, Bentuk – bentuk KDRT, Ruang lingkup KDRT.
BAB III mengenai hasil penelitian berisi tentang kasus posisi tindak pidana yang dilakukan oleh Rohhedy Als Hedi Bin Saimun terhadap Supinah Als Upin Binti Agil (Alm), dakwaan, pertimbangan hukum, amar Putusan.
BAB IV mengenai pembahasan yaitu analisis terhadap pertimbangan hakim terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh Rohhedy Als Hedi Bin Saimun dan dan analisis putusan hakim dan perlindungan hakim terhadap korban KDRT.
BAB V yaitu penutup yang terdiri dari simpulan berupa jawaban dari identifikasi masalah dan saran.

DAFTAR PUSTAKA


BUKU
Edi Setiadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, CV. Insani Mandiri, Bandung, 2004.
Ilhami Bisri, Sistem hukum Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
Bandung,2004
Kejaksaan Tinggi Bali, Pokok – Pokok Materi Undang – Undang No. 39
Tahun 1997 Tentang Hak asasi manusia, Denpasar, 2001.
Pudji Basuki Senjono, Penyuluhan dan Penerangan Hukum Program
Pembinaan masyarakat taat hukum (BINMAKTUM), Semarang, 2007.
Rika Saraswati, Perempuan dan Penyelesaian kekerasan dalam Rumah
Tangga, PT. Citra Adi Bakti, Bandung, 2006.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, .
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990
Tapi Omas Ihromi, Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Alumni,
Bandung, 2006

Peraturan Perundang – Undangan
RPJM nasional 2004 – 2009, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
KUHAP dan KUHP,Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

Kamus
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa, balai Pustaka edisi ke 2.

Sabtu, 21 Maret 2009

Rencana Judul

1. JUDUL:

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT), STUDI di PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN NOMOR: 586/Pid.B/2008/PN.Pl.R”

PERMASALAHAN:

  1. Apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memerikan putusan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga?
  2. Apakah putusan pengadilan sudah memberikan perlindungan terhadap korban KDRT?

2. JUDUL:

TANGGUNG JAWAB KONSULTAN DALAM PERENCANAAN JEMBATAN DAN BAGAIMANA AKIBAT HUKUMNYA (Studi di Jembatan Kuala Timpah)

PERMASALAHAN:

1. Apa saja kewajiban-kewajiban konsultan yang harus dipenuhinya dalam merencanakan jembatan ?

2. Sejauh mana tanggung jawab konsultan terhadap analisis tersebut ?

3. JUDUL:

“IMPLIKASI HUKUM KETENTUAN IZIN PEMERIKSAAN DAN PENAHANAN PEJABAT NEGARA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI”

PERMASALAHAN:

1. Apakah keharusan adanya izin pemeriksaan dan penahanan pejabat negara yang terlibat dalam tindak pidana korupsi tidak bertentangan dengan prinsip persamaan hak di depan hukum (equality before the law)?

2. Bagaimana akibat hukumnya jika ketentuan mengenai keharusan adanya izin pemeriksaan dan penahanan pejabat negara yang terlibat dalam tindak pidana korupsi tersebut bertentangan konstitusi ?

Minggu, 15 Maret 2009

Konsep

Penelitian ini disajikan dalam acara:
" PENYELESAIAN S-1 FAK. HUKUM UNPAR”
  1. Bagaimanakah penerapan sistem pembuktian terbalik yang diatur dalam UU No. 20 tahun 2001 perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi ? Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa sistem pembuktian terbalik sebagaimana dianut dalam UU No. 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 lebih jelas dan maju perumusannya dibanding dengan UU No. 3 tahun 1971. Sistem pembuktian terbalik menurut UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 bersifat terbatas, kecuali untuk gratifikasi. Dari penelitian kasus putusan Pengadilan Negeri yang memutus perkara tindak pidana korupsi, memang sistem pembuktian didasarkan pada sistem pembuktian menurut KUHAP yakni negatif wettelijk . Hanya terdapat klausul apabila terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakuan korupsi maka pembelaan terdakwa tersebut dapat dijadikan oleh hakim sebagai dasar putusan yang menguntungkan terdakwa, namun Jaksa Penuntut Umum tetap berperan untuk membuktikan dakwaannya. Nampaknya rumusan yang terdapat pada UU sekarang mendapat dukungan secara empiris dari para hakim responden. Mereka beranggapan bahwa UU pemberantasan tindak pidana korupsi yang sekarang dinilai cukup memadai.
  2. Hambatan-hambatan apakah yang ditemui dalam penerapan sistem pembuktian di dalam UU No 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 dan bagaimana pemecahan terhadap hambatan-hambatan tersebut ? Dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi terdapat hambatan-hambatan. Hambatan tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan hakim terutama pada profesional dari Jaksa Penuntut Umum yang dinilai perlu ditingkatkan, disamping itu perlunya kejujuran aparat penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum dan hambatan yang paling pelik adalah upaya tersangka tindak pidana korupsi yang berupaya mengalihkan hasil korupsinya. Oleh karena itu sistem pembuktian terbalik cukup memadai guna menangkal pelaku. Pada umumnya modus operandi tindak pidana korupsi cukup sulit, rumit, terkadang tidak terdeteksi dan dilakukan oleh mereka yang pintar. Sistem pembuktian terbalik dapat dilakukan baik sebelum atau selama proses pemeriksaan persidangan. Sistem pembuktian terbalik tersebut pada tahap sebelum proses persidangan peran aparat penegak hukum (Polisi dan atau Jaksa) untuk mengumpulkan alat bukti yang sangat penting sebagai dasar tuntutan ke pengadilan.